-->

Dampak Negatif Hoax Bagi Pengguna Media Sosial

HOAX
Internet sudah tidak asing bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Saat ini pengguna Internet di Indonesia mencapai 63 juta orang. Dari banyak angka tersebut, 95% merupakan pengguna aktif media sosial. Menurut Selamatta Sembiring, Direktur Pelayanan Informasi Internasional Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP), Facebook dan Twitter menjadi media sosial paling favorit di Indonesia. Hal ini didukung dengan predikat peringkat 4 yang disandang Indonesia sebagai negara pengguna Facebook terbesar setelah USA, Brazil, dan India.

Sayangnya, dari predikat tersebut masyarakat Indonesia hanya menjadi konsumen dari konten-konten yang disajikan dalam media sosial. Berita adalah salah satu konten yang paling banyak dimuat dalam media sosial. Kebenaran akan konten berita yang dimuat dari media sosial masih disangsikan. Menurut CNN, setidaknya ada delapan ratus ribu situs penyebar hoax tumbuh subur di Indonesia. Tidak adanya batasan yang jelas membuat makin besarnya masyarakat Indonesia mempercayai mentah-mentah isi konten.

Selain dapat mengakses berita melalui media sosial, masyarakat Indonesia juga dapat mengomentari konten suatu Media sosial. Seringkali, adanya hoax menimbulkan provokasi. Banyak dijumpai kata-kata kasar yang menjurus terhadap etnis, agama, budaya, maupun instansi tertentu akibat tanggapan dari sebuah berita. Hal tersebut tentunya sudah menyalahi fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa. Bahasa Indonesia pada mulanya difungsikan sebagai alat sarana untuk mempersatukan dalam berkomunikasi di medsos, ahir-ahir ini justru berujung membawa perpecahan terhadap berbagai golongan. Kerugian lain sebagai implikasi hoax yang tumbuh subur di media sosial antara lain menaikkan angka kriminalitas, kerugian materi, bahkan kematian.

Semakin kencangnya hoax dalam kehidupan media sosial di Indonesia mengindikasikan tingginya akan niat untuk memecah belah persatuan rakyat. Adanya UU ITE seakan masih awam bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
Dalam praktiknya, pengguna Media sosial Indonesia banyak yang tidak memperhatikan aturan yang terkandung di dalam UU ITE. Menurut pasal 28 ayat

UU ITE akan larangan setiap orang menyebarkan informasi yang bertujuan menimbulkan kebencian dan permusuhan antar individu atau kelompok berdasarkan latar belakang suku, agama, ras maupun golongan, seharusnya Media sosial. Dari pernyataan tersebut memunculkan sebuah pertanyaan, dimana sebetulnya letak penegakan UU ITE terhadap hoax yang merajalela di masyarakat?

Media Sosial Sebagai Sumber Informasi dan Sarana Komunikasi

Media sosial merupakan salah satu sarana melakukan komunikasi antarmanusia. Penggunaan media sosial sudah menjadi hal yang wajar bagi masyarakat. Melalui sosial pula kita bisa mendapat informasi secara cepat, lengkap, dan bervariasi.

Facebook, Line, Instagram, Youtube, Telegram, Whatsapp seakan sudah melekat dalam smartphone masyarakat Indonesia. Aplikasi-aplikasi tersebut memberikan peran yang cukup luas untuk berkomunikasi. Tua-muda, miskin-kaya, sudah tidak menjadi batasan dalam mengekspresikan diri melalui media sosial. Media sosial yang merupakan dampak kecanggihan teknologi ini menjadi gudang sumber mendapatkan informasi (komunikasi), edukasi, sarana hiburan, dan lainnya. Kecanggihan tersebut telah memberi pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat.

Bila melihat dari peran media sosial sebagai sumber informasi, kepemilikan media sosial telah mempermudah pengaksesan informasi bagi penggunanya. Arus penyebaran informasi dari satu pihak ke pihak lain dapat terjadi secara cepat sehingga informasi yang didapat dalam selang waktu tertentu akan meningkat kuantitasnya. Peran media sosial dalam mengedukasi pemiliknya menjadi salah satu contoh peran yang positif. Dengan kemudahan penyebaran suatu informasi melalui media sosial, pemilik akun media sosial dapat menambah wawasan serta mengembangkannya melalui informasi yang tersaji dalam akun miliknya. Selain itu, interaksi dan komunikasi dapat dijalin melalui penggunaan media sosial. Interaksi dan komunikasi yang terjadi dapat meliputi dalam komunitas hiburan, forum diskusi, saling bertukar informasi, transaksi dan lainnya. Penggunaannya yang mudah, desain fitur yang menarik serta kemudahan dalam pengoperasiannya membuat media sosial tidak pernah kehabisan konsumen dalam penyedia sumber informasi dan media komunikasi.
Dampak Hoax bagi Pengguna Media Sosial

Hoax adalah berita kebohongan yang muncul di suatu pemberitaaan untuk menghasilkan keuntungan bagi pembuat atau penyebar berita. Penyebaran kebohongan tersebut salah satunya melalui media sosial. Para pembuat hoax ini memanfaatkan kecepatan media sosial untuk menyebarluaskan kebohongan dan fitnah demi motif tertentu. Implikasi adanya penyebaran hoax secara masif akan merugikan berbagai pihak.

Muatan konten dalam berita hoax di media sosial biasa disajikan dengan bahasa yang provokatif serta memuat kepalsuan sehingga akan mengarah pada perbuatan yang kurang menyenangkan. Hasut dan fitnah sebagai aktivitas hoax akan melukai perasaan masyarakat ataupun golongan tertentu. Penggiringan opini sebagai implikasi aksi provokatif dalam berita hoax akan memicu aksi disintegrasi bangsa sehingga akan menyulut dengki, benci, hasut, pemberontakan dan beberapa aksi kriminalitas. Adapun adanya aksi-aksi hoax di media sosial biasanya didalangi tokoh atau aktivis partai politik, kelompok pemberontak, komunitas terlarang, pencari keuntungan, penipu dan yang lainnya. Hoax di media sosial dapat digolongkan sebagai aksi propaganda negatif karena ada upaya yang disengaja dan sistematis untuk membentuk persepsi, memanipulasi alam pikiran atau kognisi, dan mempengaruhi langsung perilaku agar memberikan respon sesuai yang dikehendaki oleh pelaku propaganda.

Keterkaitan Hoax Terhadap Fungsi Bahasa Indonesia

Tidak jarang ditemukan penggunaan bahasa Indonesia dalam konten yang memuat hoax membuat pengguna media sosial merasa terpancing untuk mengomentari dengan cara yang sama. Misalnya, berita hoax A memakai bahasa yang provokatif baik judul maupun isinya. Berita A akan mendapat komentar negatif cenderung kasar ataupun yang tak kalah provokatif dari para pengguna media sosial. Jika kondisi ini terus-menerus berlanjut, tentu akan mengganggu fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dalam konteks bermedia sosial. Persatuan yang semula diharapkan akan terganti dengan perpecahan antarbangsa Indonesia. Citra bangsa akan memburuk di mata dunia karena cerminan masyarakat Indonesia dalam sosial media tidak menunjukkan Bangsa Indonesia sebagai bangsa berbudi luhur yang menjunjung tinggi moral dan kesopanan.
LihatTutupKomentar