Jakarta - KH Maimun Zubair meninggal di Mekah, Arab Saudi, hari ini. Mbah Moen, panggilan akrabnya, dikenal sebagai sarjana karismatik yang disegani di komunitas Nahdliyin. Berikut ini adalah biografi kiai karismatik:
Dalam artikel berjudul Cultural Capital dan Kharisma Kiai dalam Dinamika Politik: Studi Karakteristik K.H. Maimun Zubair oleh Siti Mu'azaroh, menjelaskan, KH Maimun Zubair lahir pada 28 Oktober 1928 di Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Dia adalah putra dari pasangan suami istri bernama KH Zubair Dahlan dan Nyai Mahmudah binti KH Ahmad bin Syu'aib.
Kehidupan sehari-hari Mbah Moen selalu dihabiskan untuk mempraktikkan pengetahuan yang dimilikinya, wajar jika Mbah Moen dikenal dekat dengan masyarakat. Mbah Moen telah menikah tiga kali, pertama dengan Nyai Hj. Fatimah yang kemudian meninggal pada 18 Oktober 2011.
Kedua dengan Hj. Masthi'ah yang wafat juga pada Agustus 2002. Ketiga bersama Hj. Heni Maryam dari Kudus.
Mbah Moen, Menimbah Ilmu Agama
Berbeda dengan tokoh politik dan agama pada umumnya, pendidikan Mbah Moen sepenuhnya diperoleh dari pendidikan non-formal, alias pendidikan pesantren. Sejak kecil, Mbah Moen menerima pendidikan dengan ayah dan cendekiawannya di daerah Sarang.
Kemudian ia mulai belajar di sekolah asrama Lirboyo, Kediri, Jawa Timur pada 1945-1949. Pada tahun 1949 ia memutuskan untuk kembali ke kota asalnya untuk mempraktikkan pengetahuan yang diperolehnya.
Baru kemudian pada tahun 1950, Mbah Moen belajar lagi di Mekah dan kakeknya selama sekitar 2 tahun. Dia belajar banyak dengan Al-haromain dan ulama berpengaruh, salah satunya adalah Sayyid Alawi al-Maliki.
Berkat perjalanannya dalam mengejar pengetahuan agama ini, Mbah Moen dikenal sebagai sarjana yang karismatik. Kemudian pada tahun 1965, Mbah Moen merintis Pondok Pesantren Al-Anwar dan menjadi pemimpin pesantren.
Mbah Moen, Yang Aktif Dalam Organisasi
Mbah Moen juga merupakan tokoh aktif dalam pengorganisasian di masyarakat, sejumlah posisi yang dipegang oleh Mbah Moen meliputi: Mudir Am madrasah Ghazaliyah dari awal hingga sekarang, Masjid Nadhir Jami 'Sarang, Ketua Badan Sosial atau Penyelamatan Kota Sarang selama delapan tahun. tahun, tepatnya dari 1967-1975.
Selain itu, Mbah Moen juga aktif dalam politik dan di NU. Ia pernah menjadi Anggota Dewan Perwakilan Daerah Tingkat II Rembang, mulai tahun 1971-1978, Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Indonesia dari utusan Jawa Tengah pada tahun 18987-1999, Ketua Syuriah NU Provinsi Jawa Tengah 1985- 1990, Ketua Jam'iyah Thariqah NU hasil dari kongres ketujuh di sekolah asrama KH Muslih Mranggen Demak hingga konferensi berikutnya yang berlangsung di kota Pekalongan pada tahun 2000 M, sebagai ketua MPP PPP pada 1995-1999, sebagai Ketua Dewan Syariah PPP sejak 2004.
Menurut kisah Katib Aam PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, Mbah Moen selalu menjadi istikamah untuk melakukan ziarah. Meskipun, dia sudah tua.
Mbah Moen juga tidak pernah kehilangan karismanya sebagai seorang kiai. Namun, sekarang Mbah Moen hilang. Hari ini, dia meninggal di tanah suci Mekah, Arab Saudi pada usia 90 tahun. Sosoknya sebagai kiai yang karismatik dan kontribusinya bagi bangsa ini akan selalu diingat.